Jumat, 28 Agustus 2015

Sesungguhnya, Saya.....

Nyatanya, saya belum bisa jadi orang baik,
belum bisa jadi perempuan baik,
belum bisa jadi anak yang baik juga
meskipun sebegitu saya ingin,
rasanya tak pernah cukup  

Nyatanya, saya belum bisa jadi orang hebat
belum bisa jadi panutan,
belum bisa dijadikan contoh
tapi sebegitu saya inginnya menjadi demikian

Nyatanya mimpi saya masih kabur, berbayang
Semestinya sih tepat di depan hidung saya,
Tapi mata saya yang ada dua ini tidak ada kompak-kompaknya
Mereka melihat kiri dan kanan pada waktu bersamaan

Memilih dan memutuskan, rasanya sulit.
Semestinya saya terbiasa memilih rute saya sendiri
Tapi kali ini entah kenapa, sulit.
Mesti kemanakah jawaban itu saya cari?

Saya ingin jadi sebaik yang saya bayangkan,
Saya ingin jadi sehebat yang saya impikan,
Tapi,
kenapa rasanya sangat sulit? 

Saya...
masih jauh dari baik
mungkin kalian melihat tingkah ini tak pantas,
atau perkataan dari mulut ini yang menusuk hati,
tolong ingatkan, dengan lembut jika hati ini masih bisa luluh
tolong ingatkan, dengan keras jika hati ini tetap membatu
saya sedang memaksa diri saya untuk dekat dengan hal-hal baik, meskipun saya tak suka
saya sedang memaksa diri saya dekat dengan orang-orang hebat meski dalam hati saya takut
paksaan ini mungkin lama-lama jadi terbiasa,
kebiasaan ini semoga menjadi hal yang saya suka.

Hasbunallah wa ni'kmal wakiil, ni'kmal maulana wa ni'man nasyiir.

Tafakur

Terkadang aku butuh waktu untuk bersendirian saja... menyepi, sepi..tiada siapa2.. tenang tiada keramaian.. melepaskan segala beban di hati.. melepas lelah ..

Hmmm mungkinkah di padang rumput yg luas di hutan atau di atas bukit yg udaranya sejuk.. Masya Allah .. kemanapun pergi aku tidak akn bisa sendirian tanpa Mu..tentu kusertakan Engkau selalu dihati ini.. sedetikpun jangan biarkan aku jauh dari-Mu.. dekap aku jangan Kau lepas Ya Allah.. 



Yaah begitulah kebiasaanku. Hmmm terkadang kita butuh bertafakur, tafakur alam salah satunya. Menyatu bersama alam, bercumbu dengan semilir angin, menghilangkan rasa jenuh, merefresh pikiran, jiwa. Dan.....jika sudah berbau alam seperti ini, bikin nggak pingin cepet2 pulang hihihihi.

^^

Selasa, 25 Agustus 2015

Menakar Sejauh Mana Melangkah


"Allah memerintahkan kita untuk mengevaluasi dan mencela diri atas kekurangan kita dalam melakukan ketaatan dan amal shalih."

Terkadang  kita perlu untuk berhenti sejenak dari segala aktivitas pencapaian target yang telah kita rancang. Berhenti sejenak untuk mengevaluasi diri (muhasabatun nafsi) terhadap apa saja yang telah kita capai, kemudian hal-hal apa saja yang kiranya patut untuk kita jadikan bahan evaluasi atas diri kita. Karena diri ini masih belum selesai dengan permasalahannya, alangkah lebih baik jika kita mengoreksi diri dan sangatlah penting untuk me-re-charge semangat dan niat awal kita dalam menuntut ilmu.

Allah memerintahkan kita untuk mengevaluasi dan mencela diri atas kekurangan kita dalam melakukan ketaatan dan amal shalih. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (Akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18).

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab. Perhatikanlah apa yang kamu tabung untuk dirimu dari amal shalih untuk hari kebangkitanmu dan saat kamu dihadapkan kepada Rabb-mu.”

Sebagaimana yang dinukilkan dari Syadad bin Aus radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ المَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

”Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah Ta’ala“. (HR. Ahmad, Turmudzi, Ibn Majah – dhaif).

Maka dari itu, apabila muhasabah sedemikian pentingnya, maka berusahalah, wahai saudaraku! Bila anda terbaring di waktu malam untuk tidur, evaluasilah dirimu dengan penuh kejujuran dan tanyailah diri anda:

• Berapa ayat yang saya hafal hari ini?
• Apakah saya sudah membaca wirid Al-Qur’an secara sempurna?
• Berapa hadist yang saya hafal sepanjang hari ini?
• Berapa lembar yang saya baca dari kitab Fulan?
• Berapa permasalahan ilmiah yang saya hafal atau yang saya kaji sepanjang hari ini?
• Apakah hari ini saya menghadiri majelis keimanan atau majelis ilmu yang bermanfaat?
• Berapa…?. Apakah…? Kenapa…? Bagaimana…? Dan seterusnya.

Apabila seseorang setelah mengevaluasi dirinya dan mendapati dirinya dalam keadaan baik, maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan memohon tambahan taufiq. Tetapi bila ia mendapatkan dirinya lalai dan kurang dalam belajar, maka hendaknya ia segera mengejar ketertinggalannya.

Mulailah lembaran baru dan penuhi dengan semangat mencari ilmu. Perhatikan apa yang memalingkanmu dari belajar sebelumya dan hendaklah kamu menjauhinya. Buatlah jadwal belajar yang pasti. Mintalah bantuan kepada rekan-rekan yang shalih untuk bisa mempraktikkannya. Dan, demi Allah! Inilah keuntungan yang sebenarnya!



Sumber:

Artikel www.muslimah.or.id

****----****
Hmmm, kadang merasa ironi dengan 'diriku sendiri'. Pernah enggak kalian merasa atau mengalami ung...jadi saat membaca novel dengan ketebalan 300-400 halaman, dalam kurun waktu dua hari udah kelar tuh. Tapi....saat membaca Al-Qur'an dalam waktu satu tahun pun terkadang belum khatam. :( :( 

(*) Aah itu sii karna kamunya aja deh yang males, Nur! -_-
Semua tuh tergantung niatmu. Kalo kamu bener2 niat, pasti nggak nyampe setahun jugak khatam lho! :D

Bukan males tapi... (T_T)
Iyaa deh iyaa, terus aku kudu piye???

(*) Kuatin niatmu, Nur.
Bikin target, fokus sama tujuanmu itu, dan jangan lupa minta sama Allah buat bantu kamu agar kamu bisa tetep istiqomah.

Bismillah, man jadda wa jadda! 
(^v^)

Senin, 03 Agustus 2015

Renungan Pagi *Kupu-Kupu*

***
Kupu-kupu itu indah ya? Dia terbang kesana kemari dengan begitu lincah. Kupu-kupu seolah sadar akan pesona keindahan warnanya. Tapi tunggu dulu, dia awalnya adalah seekor ulat yang buruk rupa, marai gatel, tersangka utama kasus rusaknya dedaunan, lemah, tak diharapkan dan tersisihkan. Prestasi terbaiknya hanyalah memanjat ranting.

Lalu bagaimana ulat yang buruk rupa menjelma menjadi rama-rama yang jelita? Tidak mudah puas dengan prestasi adalah koentji. Kupu-kupu (atau ulat ya) tidak puas dengan prestasi sebatas memanjat ranting. Dia kumpulkan semua bekal, lelaku prihatin, lan tapa brata dalam kepompong. Mempersiapkan diri dan mengolah diri menjadi lebih baik.

Setelah dirasa cukup, ulat akan keluar dari pengasingan. Berusaha sekuat tenaga merobek liatnya kepompong. Pelan-pelan melebarkan sayap indahnya. Menggerakkan sayap ringkih dan lengket hingga menjadi kering dan kuat. Dengan tersenyum (semoga saja benar), dia hirup udara kehidupan. Dyaarr! Jadilah ulat yang dulu jelek dan lunglai kini menjadi kupu-kupu cantik nan menawan. Ulat yang capaian tertingginya hanya pucuk ranting sekarang mampu terbang bebas di angkasa. Dulu ingin dibuang, sekarang banyak dipuja. Ah, manusia memang suka begitu.

Sekarang, aku harus mempraktikkan ilmumu, wahai Kupu Cantik. Sudah terlalu lama aku menjadi kepompong, hanya berkutat di satu bidang saja. Aku harus berani merobek kepompongku sendiri. Menghujam hatiku tiap detik ketika diri ini rindu Abah, Mama, Kakak, kampung halaman, kamar, dan Lotek Mbah Mustar. Harus kuat dengan medan baru. Aku harus berjuang melebarkan sayap ringkih ini hingga semenawan punyamu. Jangan jadi ulat terus, aku harus bergerak keluar dari zona nyaman, saatnya melatih diri belajar agar mampu dan terampil dalam bidang lainnya.

Kup, aku akan menggapai angkasa dengan sayap indahku, sama sepertimu. Kup, aku akan berprestasi, setinggi atau bahkan lebih tinggi darimu. Bersiap-siaplah.

Semoga diri ini senantiasa bahagia dan tersenyum, sepertimu. Allah bersama kita, Kup